Bangun Keadilan Gender, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Gelar Diskusi Kesetaraan Gender

  • Bagikan

BTM.CO.ID – Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Dari Rumah (RDR) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang kelompok 42 menggelar webminar bertemakan “Keadilan Gender Vs Kesetaraan Gender: Perbedaan dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari”. Webminar tersebut diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting, Sabtu (13/11/2021).

Dalam pelaksana webminar tersebut, Nur Hasyim, Dosen Fakultas Ilmu Politik dan Sosial, menanggapi anggapan dimana kesetaraan gender hanya menguntungkan pihak perempuan.

“Memang benar adanya jika kesetaraan gender menguntungkan pihak perempuan, karena dengannya perempuan akan menjadi lebih berdaya”, papar Hasyim.

Pendiri aliansi lelaki baru tersebut menyatakan, dengan adanya kesetaraan gender kondisi perempuan akan lebih sehat secara fisik dan psikologis.

“Bila kesetaraan gender diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, perempuan akan lebih sehat secara fisik dan psikologis. Mereka tidak perlu menanggung beban ganda, selain itu mereka juga mendapatkan akses untuk mengontrol sumber daya yang berakibat diperolehnya kesempatan untuk menempati posisi strategis dalam kehidupan bermasyarakat”, terangnya.

BACA JUGA:   Jalin Kerjasama dengan Kampus UIB, PN Batam Akan Terlibat Dalam Program Praktisi Mengajar

Selain itu, menurut Hasyim, keadilan gender dapat merubah bahkan menghapus norma-norma sosial yang sekiranya merugikan serta merendahkan martabat perempuan.

“Ketika perempuan mendapatkan posisi strategis, ia dapat merubah norma-norma sosial yang merendahkan perempuan. Semisal, perkawinan anak maupun sunat perempuan. Berbeda dengan sunat laki-laki yang bermanfaat bagi kesehatan, hadirnya sunat perempuan acapkali dianggap bertujuan supaya perempuan tidak menjadi ‘liar’”, tegas Hasyim.

Namun, Hasyim menekankan bahwa keadilan gender tidak hanya menguntungkan pihak perempuan tetapi juga pihak laki-laki.

“Jadi menurut data nasional, usia harapan hidup laki-laki hanya 69 tahun, sementara usia perempuan 74 tahun. Hal tersebut dikarenakan ekspektasi yang luar biasa terhadap laki-laki seperti menjadi pencari nafkah utama, tidak boleh terlihat lemah maupun menunjukkan kesedihan. Akhirnya laki-laki rentan menjadi stres dan mengalami tekanan mental. Jadi tak mengherankan bila angka bunuh diri laki-laki 3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perempuan”, ucap Hasyim.

BACA JUGA:   Tim Debat Batam Tourism Polytechnic Ikuti Seleksi Nasional

Mengingat pentingnya kehadiran kesetaraan serta keadilan gender, Hasyim mengingatkan untuk mulai merubah sudut pandang bila baik laki-laki maupun perempuan merupakan ‘subjek’.

“Kita dapat berkontribusi melawan ketidakadilan gender dengan mengubah cara pandang kita bahwa perempuan dan laki-laki itu setara. Contoh, bukan hanya laki-laki yang diperkenankan untuk menyatakan cinta, perempuan pun dapat lebih asertif untuk mengungkapkan perasaannya, tidak hanya sekedar menunggu, menerima atau menolak”, terang Hasyim.

Selanjutnya, founder laki-laki baru ini mengingatkan untuk menerapkan sikap dan perilaku saling menghormati dalam kehidupan sehari-hari.

“Misalnya, laki-laki menumbuhkan sikap menghormati perempuan seperti yang ia menghormatinya. Penerapannya seperti, tidak melontarkan gurauan yang melecehkan. Selain itu, bila mendapati teman melecehkan orang lain, tegurlah ia”, papar Hasyim.

BACA JUGA:   36 Advokat asal DPC Peradi SAI Batam Dilantik dan Diangkat Sumpah di Pengadilan Tinggi Pekanbaru

Hasyim juga menegaskan, salah satu upaya untuk menuju keadilan gender adalah dengan mengambil aksi untuk mempromosikan Kesetaraan gender.

“Aksi konkret yang dapat kita lakukan misal, mengikuti kampanye untuk mendukung Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 soal Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Kita juga dapat menunjukkan support kepada pemimpin perempuan disekitar kita”, terangnya.

Terakhir, Hasyim berharap diskusi semacam ini dapat menjadi ruang bagi laki-laki untuk mendorong hadirnya keadilan gender, karena menurutnya, isu semacam ini dapat merefleksikan rasa kemanusiaan kita.

“Menjadi manusia adalah takdir, namun menjadi manusia adalah pilihan. Bagi saya, melawan ketidakadilan gender merupakan salah satu bentuk saya dalam merefleksikan rasa kemanusiaan”, tutupnya. ( BTM /r)

  • Bagikan